Lebih Dekat dengan Dosen

Assalamualaikum kawan-kawan, Alhamdulillah saya bisa berbagi pengalaman lagi dengan kalian. Di sini saya akan menuliskan pengalaman saya berbincang- bincang dengan salah satu dosen dan karyawan di Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada. Beberapa hari yang lalu, saya mendapat kesempatan untuk mewawancarai 2 orang yang menurut saya sangat berjasa di Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada. Orang pertama adalah salah satu DPA saya sekaligus dosen yang mengajar saya yaitu Dr. Dwi Lestari, S.T.,M.E. Kami kerap memanggil beliau dengan nama Ibu Dwi. Ibu Dwi sendiri berasal dari Salatiga. Pada tahun 1998, sebenarnya Bu Dwi telah masuk ke Teknik Geodesi, namun beliau hanya bekerja membantu dosen-dosen senior mengajar atau istilahnya sekarang adalah asisten dosen. Baru pada bulan Maret 1999, beliau diangkat secara resmi menjadi dosen tetap Teknik Geodesi. Pada tahun pertama, kita bisa berjumpa dengan Ibu Dwi pada mata kuliah Statistika dan Teori Kesalahan atau mata kuliah Pemrograman Komputer. Pada saat itu menjadi dosen adalah pekerjaan yang tidak terlalu menarik, sehingga beliau sempat mencoba untuk mendaftar pekerjaan di instansi lain seperti perpajakan. Namun takdir tidak berpihak pada keinginan beliau dan akhirnya memilih menjadi seorang dosen. Tanpa Ibu Dwi sadari ternyata menjadi dosen adalah jalan yang sesuai untuknya karena beliau bisa melanjutkan pendidikan sampai jenjang S3.
Perjalanan pendidikan beliau tidak berhenti di S1 Teknik Geodesi Univesitas Gadjah Mada lulusan tahun 1993. Alasan Ibu Dwi memilih Teknik Geodesi adalah ketertarikan beliau ilmu geografi yang diajarkan guru beliau sewaktu SMA. Bu Dwi mengatakan jika Guru Geografinya menjelaskan pelajaran tersebut tidak seperti guru-guru pada umumnya. Gurunya mempunyai sebuah Peta Langit  yang berisi mengenai persebaran bintang-bintang. Sejak saat itu Ibu Dwi merasa tertarik untuk mempelajarinya. Kemudian Ibu Dwi mencoba mencari program studi yang berkaitan dengan bintang dan ternyata ilu tersebut adalah Astronomi dan ternya Astronomi hanya terdapat di ITB saat itu. Padahal beliau hanya menginginkan belajar di daerah Jawa Tengah dan paling jauh itu hanya di UGM.
Pada saat mengikuti seleksi, pilihan pertama Bu Dwi bukanlah geodesi melainkan Teknik Kimia-UNDIP, baru pada pilihan kedua beliau memilih Teknik Geodesi-UGM. Pilihan pertama diambil hanya untuk menyenangkan keinginan orang tua. Tetapi pada akhirnya Bu Dwi diterima di pilhan kedua. Selanjutnya Ibu Dwi  mendapat beasiswa S2 di Australia ketika beliau sudah menjadi dosen. Memang suatu keberuntungan yang beruntun karena pada awalnya beliau  hanya asal memasukkan berkas yang disyaratkan. Pada tahun 2001 beliau mendapat kabar bahwa beliau lulus seleksi berkas dan disuruh untuk melanjutkan tes wawancara. Pada tahun itu juga beliau dikaruniai seorang anak dari pernikahannya pada tahun 2000. Namun hal itu bukanlah penghalang untuk melanjutkan S2nya karena jadwal seleksi wawancara menyesuaikan waktu luang beliau.
          Setelah melalui beberapa tahap, akhirnya Bu Dwi lolos sehingga beliau dapat melanjutkan pendidikannya di Australia. Hal ini adalah pertama kalinya beliau pergi keluar pulau Jawa, tapi sekalinya beliau keluar langsung ke Australia. Dari hal tersebut kita dapat mencontoh semangat beliau.  Setelah S2 di Australia, beliau kembali ke Indonesia dan mengajar kembali di UGM. Selang beberapa tahun, beliau melanjutkan S3 nya di UGM juga.
Ibu Dwi menjadi seorang dosen selama kurang lebih 18 tahun. Apakah yang beliau rasakan sebagai dosen di UGM? Beliau menceritakan sukanya jadi dosen itu ketika mahasiswanya mendapatka nilai bagus-bagus. Selain itu, Beliau suka apabila ada alumni datang dan bercerita bahwa ilmu yang beliau berikan bermanfaat di bidang pekerjaannya dan beliau merasakan kepuasan batin atas hal itu. Namun terkadang dosen juga merasakan rasa sedih yaitu ketika ada mahasiswa yang kurang tertib. Beliau mempunyai pengalaman ketika mendapati suatu mahasiswa yang dari awal sudah tidak semangat dalam belajar, maka sampai akhirpun dia akan begitu. Ada juga yang awalnya mundur, tapi lama kelamaan dia bangkit dan nilainya bisa menjadi baik.

Terakhir pesan Bu Dwi Lestari untuk kita semua adalah apapun yang telah terjadi kepada kita maka segeralah untuk disyukuri, walaupun menurut kita itu adalah hal terjelek yang kita alami. Memang itu sudah takdir atau jalan yang telah direncanakan Allah untuk kita. Jika kita tetap mengeluh, kita akan sulit untuk menjalaninya dan merasa berat serta menghabiskan waktu sia-sia tanpa hasil apapun. Berusahalah menikmati apa yang kita punya, pasti itu sudah yang terbaik. Sekian Wassalamu’alaikum wr.wb.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Elemen Keluarga Geodesi UGM